Aliansi Jurnalis Independen |
JAKARTA,(BeritaHUKUM.com) - Konstitusi menjamin hak setiap warga negara dalam berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Begitu pun dengan hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Namun nasib yang menimpa Luviana, Jurnalis perempuan Metro Tv seolah membuktikan hukum di negeri ini hanya indah di atas kertas. Telah kita ketahui selama ini, Luviana dibebastugaskan lantaran menuntut perbaikan kesejahteraan, manajemen ruang redaksi, serta tengah menggagas berdirinya organisasi pekerja yang mampu memperjuangan aspirasi karyawan di perusahaan televisi milik Surya Paloh, seorang pengusaha yang juga pendiri Partai Nasdem dan tengah gencar menggaungkan slogan Restorasi Indonesia itu.
Demikian release yang diterima BeritaHUKUM.com pada konfrensi pers Aliansi Metro (Melawan Topeng Restorasi) yang digelar di kantor Aliansi Junalist Independen (AJI) Jakarta, Selasa (15/05). Diskusi dan konfrensi pers tersebut di hadiri oleh, Koordinator Aliansi Metro,Kustiah, Umar Idrsi selaku Ketua AJI Jakarta, wakil masing-masing anggota Aliansi Metro, serta angota AJI Jakarta lainnya.
Menurut Kustiah, selaku koordinator Aliansi Metro, sudah lebih dari tiga bulan Luviana dibebastugaskan tanpa alasan yang jelas. Tak hanya itu, Manajemen Metro Tv juga tanpa alasan dan dasar hukum yang jelas, telah mengajukan gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Luviana di di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Sudinakertrans) Jakarta Barat.
Kustiah juga menegaskan, perlakuan yang dialami Luviana mencerminkan betapa rendahnya penghargaan manajemen Metro TV terhadap pelembagaan nilai-nilai hak asasi manusia. Menjadi sangat ironis mengingat sosok Surya Paloh, selaku pemilik MetroTV, selalu gencar mengkampanyekan perubahan Indonesia yang lebih baik melalui gerakan restorasi. Sementara di saat bersamaan, praktik penindasan, kriminalisasi dan perlakuan sewenang-wenang tumbuh subur di perusahaannya.
Di saat bersamaan, perundingan bipartite hingga tripartite antara Luviana dan kuasa hukumnya dengan Metro TV menemui jalan buntu. Perusahaan tetap tidak mau mempekerjakan kembali Luviana di bagian redaksi. Ironisnya, pasca perundingan tripartite usai, Mediator dari Sudinakertrans Jakarta Barat, Suparwanto SH, justru mengeluarkan anjuran yang melegalkan kesewenang-wenangan Metro Tv pada 10 Mei 2012.
Mediator tunduk pada logika berpikir perusahaan Metro Tv yang menuduh Luviana melanggar Pasal 65 ayat 1 huruf p Peraturan Perusahaan Metro Tv dengan membocorkan rahasia perusahaan dan mencemarkan nama baik pimpinan perusahaan. Selain itu, Metro Tv menudul Luviana melanggar pasal 65 ayat 1 huruf f karena dengan sengaja menyebarkan berita melalui media publik, BBM maupun media online lainnya, bahwa perusahaan menolak pembentukan serikat pekerja dan aktivitas berkumpul karyawan. Metro Tv berdalih informasi yang disampaikan pekerja tidak benar karena pekerja yang bersangkutan tidak pernah mengajukan secara resmi baik tertulis maupun lisan maupun pendaftaran serikat pekerja ke instansi tenaga kerja.
Padahal faktanya, Luviana telah diperlakukan sewenang-wenang dengan dikeluarkan dari bagian redaksi (dinon-jobkan) sejak tanggal 1 Februari 2012. Metro Tv kemudian mengajukan gugatan PHK terhadap Luviana di Sudinakertrans Jakarta Barat pada 27 Februari 2012. Luviana kemudian pertama kali menggelar konferensi pers terkait kasusnya ketika melaporkan tindakan kezhaliman Metro Tv di Komnas HAM pada 2 Maret 2012. Luviana juga pertama kali melakukan orasi dan berdemonstrasi menyuarakan kasusnya pada Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2012. Pertanyaannya : bagaimana mungkin Metro Tv menggugat PHK Luviana dengan alasan mencemarkan nama baik perusahaan, padahal faktanya Metro Tv sudah menggugat PHK Luviana jauh sebelum Luviana membuka persoalan dirinya ke public.
Selain itu, tuduhan Metro Tv bahwa Luviana berbohong karena tidak pernah mendaftarkan serikat pekerja ke instansi tenaga kerja juga patut dipertanyakan. Faktanya, beberapa karyawan yang menginisiasi organisasi Karyawan seperti Matheus Dwi Hartanto, Edi Wahyudi maupun Luviana sendiri tiba-tiba dipanggil Manajer HRD Metro Tv dan dipaksa mengundurkan diri. Jelas Metro Tv mencoba sebisa mungkin mencegah lahirnya Serikat Pekerja dengan mendepak sejumlah karyawan yang dianggap bersikap kritis.
Sementara jika kita merujuk pada UU No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, tidak ada satupun pasal yang melarang pihak-pihak yang bersengketa baik itu di perundingan bipartite maupun tripartite untuk membuka persoalan ini ke publik. Tidak ada satu pasalpun yang melarang baik pekerja maupun perusahaan untuk melakukan konferensi pers, orasi, atau cara apapun yang diperlukan selama proses perundingan masih berlangsung. Seharusnya jika Metro Tv keberatan dengan berbagai konferensi pers yang digelar Luviana, mereka seharusnya menggelar konferensi pers pula untuk meluruskan apa yang mereka anggap tidak benar. Bukan dengan cara mencari-cari kesalahan Luviana dengan menciptakan tuduhan baru membuka persoalan perusahaan ke publik.
Anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat sekali lagi menunjukkan aparat Negara di Indonesia jarang sekali berpihak kepada pekerja. Selain itu, anjuran tersebut bukanlah sebuah produk hukum yang berlandaskan akal sehat dan hati nurani.
Dalam kesempatan tersebut, seluruh elemen yang tergabung dalam Aliansi METRO (Melawan Topeng Restorasi, menyatakan sikap, mengecam keras anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat yang tunduk pada kepentingan perusahaan. Menolak anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat karena tidak berlandaskan hukum dan akal sehat.
Melaporkan Mediator Sudinakertrans Jakarta Selatan kepada Kementerian Tenaga Kerja terkait ketidak wajaran kinerja yang ditunjukkannya selama proses perundingan tripartite. Menuntut Manajemen Metro Tv mengakhiri perselisihan hubungan industrial dengan Luviana dan menerimanya bekerja kembali di redaksi. Menuntut Manajemen Metro Tv memberikan ruang kebebasan bersuara dan membentuk Serikat baik bagi Luviana maupun seluruh karyawan Metro Tv.
Demikian release yang diterima BeritaHUKUM.com pada konfrensi pers Aliansi Metro (Melawan Topeng Restorasi) yang digelar di kantor Aliansi Junalist Independen (AJI) Jakarta, Selasa (15/05). Diskusi dan konfrensi pers tersebut di hadiri oleh, Koordinator Aliansi Metro,Kustiah, Umar Idrsi selaku Ketua AJI Jakarta, wakil masing-masing anggota Aliansi Metro, serta angota AJI Jakarta lainnya.
Menurut Kustiah, selaku koordinator Aliansi Metro, sudah lebih dari tiga bulan Luviana dibebastugaskan tanpa alasan yang jelas. Tak hanya itu, Manajemen Metro Tv juga tanpa alasan dan dasar hukum yang jelas, telah mengajukan gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Luviana di di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Sudinakertrans) Jakarta Barat.
Kustiah juga menegaskan, perlakuan yang dialami Luviana mencerminkan betapa rendahnya penghargaan manajemen Metro TV terhadap pelembagaan nilai-nilai hak asasi manusia. Menjadi sangat ironis mengingat sosok Surya Paloh, selaku pemilik MetroTV, selalu gencar mengkampanyekan perubahan Indonesia yang lebih baik melalui gerakan restorasi. Sementara di saat bersamaan, praktik penindasan, kriminalisasi dan perlakuan sewenang-wenang tumbuh subur di perusahaannya.
Di saat bersamaan, perundingan bipartite hingga tripartite antara Luviana dan kuasa hukumnya dengan Metro TV menemui jalan buntu. Perusahaan tetap tidak mau mempekerjakan kembali Luviana di bagian redaksi. Ironisnya, pasca perundingan tripartite usai, Mediator dari Sudinakertrans Jakarta Barat, Suparwanto SH, justru mengeluarkan anjuran yang melegalkan kesewenang-wenangan Metro Tv pada 10 Mei 2012.
Mediator tunduk pada logika berpikir perusahaan Metro Tv yang menuduh Luviana melanggar Pasal 65 ayat 1 huruf p Peraturan Perusahaan Metro Tv dengan membocorkan rahasia perusahaan dan mencemarkan nama baik pimpinan perusahaan. Selain itu, Metro Tv menudul Luviana melanggar pasal 65 ayat 1 huruf f karena dengan sengaja menyebarkan berita melalui media publik, BBM maupun media online lainnya, bahwa perusahaan menolak pembentukan serikat pekerja dan aktivitas berkumpul karyawan. Metro Tv berdalih informasi yang disampaikan pekerja tidak benar karena pekerja yang bersangkutan tidak pernah mengajukan secara resmi baik tertulis maupun lisan maupun pendaftaran serikat pekerja ke instansi tenaga kerja.
Padahal faktanya, Luviana telah diperlakukan sewenang-wenang dengan dikeluarkan dari bagian redaksi (dinon-jobkan) sejak tanggal 1 Februari 2012. Metro Tv kemudian mengajukan gugatan PHK terhadap Luviana di Sudinakertrans Jakarta Barat pada 27 Februari 2012. Luviana kemudian pertama kali menggelar konferensi pers terkait kasusnya ketika melaporkan tindakan kezhaliman Metro Tv di Komnas HAM pada 2 Maret 2012. Luviana juga pertama kali melakukan orasi dan berdemonstrasi menyuarakan kasusnya pada Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2012. Pertanyaannya : bagaimana mungkin Metro Tv menggugat PHK Luviana dengan alasan mencemarkan nama baik perusahaan, padahal faktanya Metro Tv sudah menggugat PHK Luviana jauh sebelum Luviana membuka persoalan dirinya ke public.
Selain itu, tuduhan Metro Tv bahwa Luviana berbohong karena tidak pernah mendaftarkan serikat pekerja ke instansi tenaga kerja juga patut dipertanyakan. Faktanya, beberapa karyawan yang menginisiasi organisasi Karyawan seperti Matheus Dwi Hartanto, Edi Wahyudi maupun Luviana sendiri tiba-tiba dipanggil Manajer HRD Metro Tv dan dipaksa mengundurkan diri. Jelas Metro Tv mencoba sebisa mungkin mencegah lahirnya Serikat Pekerja dengan mendepak sejumlah karyawan yang dianggap bersikap kritis.
Sementara jika kita merujuk pada UU No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, tidak ada satupun pasal yang melarang pihak-pihak yang bersengketa baik itu di perundingan bipartite maupun tripartite untuk membuka persoalan ini ke publik. Tidak ada satu pasalpun yang melarang baik pekerja maupun perusahaan untuk melakukan konferensi pers, orasi, atau cara apapun yang diperlukan selama proses perundingan masih berlangsung. Seharusnya jika Metro Tv keberatan dengan berbagai konferensi pers yang digelar Luviana, mereka seharusnya menggelar konferensi pers pula untuk meluruskan apa yang mereka anggap tidak benar. Bukan dengan cara mencari-cari kesalahan Luviana dengan menciptakan tuduhan baru membuka persoalan perusahaan ke publik.
Anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat sekali lagi menunjukkan aparat Negara di Indonesia jarang sekali berpihak kepada pekerja. Selain itu, anjuran tersebut bukanlah sebuah produk hukum yang berlandaskan akal sehat dan hati nurani.
Dalam kesempatan tersebut, seluruh elemen yang tergabung dalam Aliansi METRO (Melawan Topeng Restorasi, menyatakan sikap, mengecam keras anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat yang tunduk pada kepentingan perusahaan. Menolak anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat karena tidak berlandaskan hukum dan akal sehat.
Melaporkan Mediator Sudinakertrans Jakarta Selatan kepada Kementerian Tenaga Kerja terkait ketidak wajaran kinerja yang ditunjukkannya selama proses perundingan tripartite. Menuntut Manajemen Metro Tv mengakhiri perselisihan hubungan industrial dengan Luviana dan menerimanya bekerja kembali di redaksi. Menuntut Manajemen Metro Tv memberikan ruang kebebasan bersuara dan membentuk Serikat baik bagi Luviana maupun seluruh karyawan Metro Tv.
http://beritahukum.com/
0 komentar:
Posting Komentar